Rabu, 18 Januari 2012
Semua Pihak di DPR Saling Lempar Tanggung Jawab
Bau cat yang belum kering begitu menyengat saat pintu belakang ruang baru Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dibuka pada Selasa (17/1/2012) lalu. Dua panel layar televisi LED berukuran besar terlihat di pojok kanan dan kiri. Panel LED juga terpasang di dinding belakang meja pimpinan. Deretan kursi di ruangan masih terbungkus plastik. Buku manual berbahasa Jerman dan Inggris juga masih tergantung di kaki beberapa kursi.
Ruang baru Badan Anggaran (Banggar) di Gedung Nusantara II terlihat lebih terang dibandingkan dengan ruang lama Banggar di Gedung Nusantara I. Ruangan lama selalu terlihat redup. Beberapa bagian dinding ruangan juga dilapisi lapisan tebal menyerupai karpet yang biasa disebut lapisan akustik atau pengedap suara.
Untuk merenovasi ruang kosong itu, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR menghabiskan anggaran Rp 20,3 miliar. Hujatan pun datang dari banyak kalangan karena biaya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2011 itu dianggap terlalu besar. Luas ruangan yang direnovasi 800 meter persegi, terdiri atas ruang rapat/sidang, ruang tamu, ruang sekretariat, ruang pimpinan, dan ruang istirahat untuk menteri.
Setjen menghabiskan anggaran Rp 565,5 juta untuk membayar konsultan perencana, PT Gubah Laras. Setjen juga mengeluarkan dana Rp 234,390 juta untuk membayar konsultan pengawas, PT Jagat Rona Semesta. Pelaksanaan pekerjaan atau renovasi yang dilakukan PT Pembangunan Perumahan (PP) menghabiskan anggaran hingga Rp 19,99 miliar.
Dalam surat perintah mulai kerja (SPMK) tanggal 14 November 2011, PT PP diminta mengerjakan proyek sejak 14 November sampai 31 Desember 2011. Akan tetapi, hingga kini, renovasi belum selesai 100 persen.
Sekjen DPR Nining Indra Saleh menjelaskan dasar hukum dan tujuan renovasi ruang Banggar. Menurut dia, renovasi ruang rapat Banggar menjadi kewajiban Setjen. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, ruang rapat Banggar termasuk barang milik negara yang dikelola Setjen DPR mewakili negara.
Selain itu, ruang lama Banggar kondisinya sudah tak memadai. Ruangan itu terlalu sesak untuk menampung 85 pimpinan dan anggota Banggar serta tamu (pemerintah) yang bisa mencapai 100-150 orang.
Bukan hanya itu, kata Nining, lampu penerangan di ruang lama Banggar sudah tidak memadai. Begitu pula akustik atau lapisan kedap suara serta sound system tak memadai lagi. Lantai karpet kusut, sementara kursi yang tersedia ukurannya terlalu besar sehingga tak bisa menampung semua undangan.
Dibahas BURT
Meski pengerjaan proyek hampir selesai, Ketua DPR Marzuki Alie mengaku tidak mengetahui proyek itu. Sebagai Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dia juga tak tahu alokasi anggaran renovasi ruang baru Banggar. Bahkan, Marzuki memberikan peringatan keras kepada Sekjen karena dianggap menyembunyikan rencana renovasi. Politikus Partai Demokrat itu pun sempat mengancam akan mengganti Sekjen.
Padahal, menurut Wakil Ketua BURT, Refrizal, usulan renovasi dan anggarannya dibahas oleh BURT. Pembahasan dilakukan karena sebelumnya Setjen mengajukan anggaran renovasi sebesar Rp 24 miliar, yang akan dimasukkan dalam Rancangan APBN-P tahun 2011.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu pun menjelaskan, BURT hanya bertugas menerima usulan anggaran dari alat kelengkapan DPR dan Setjen. Alat kelengkapan DPR hanya bisa mengajukan rencana kerja dan anggaran yang berkaitan dengan fungsi pengawasan, penganggaran, dan legislasi.
Adapun Setjen memiliki kewenangan mengusulkan anggaran kegiatan teknis, seperti administrasi, pemeliharaan gedung, dan pembangunan. Setelah dibahas dan disetujui BURT, rancangan anggaran DPR dan Setjen diajukan ke Banggar untuk dibahas bersama dengan anggaran yang diusulkan pemerintah.
Namun, Ketua Banggar DPR Melchias Marcus Mekeng mengaku tak tahu perihal pengalokasian anggaran dan pelaksanaan proyek. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, pimpinan Banggar hanya meminta Setjen menyediakan tempat yang lebih layak. ”Yang kami minta, satu, penerangan lebih terang,” tuturnya. Banggar mengaku tidak campur tangan dalam pemilihan spesifikasi material, apalagi menentukan barang harus impor atau tidak.
Namun, belakangan diketahui pimpinan Banggar turut menentukan spesifikasi barang. Seperti diungkapkan Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi Setjen DPR Soemirat, konsultan perencana menawarkan pilihan spesifikasi material. Pilihan spesifikasi itu dipresentasikan di depan pimpinan Banggar, dan merekalah yang memilih.
Akan tetapi, semua pihak di DPR saling lempar tanggung jawab. Padahal, alur pengajuan rencana dan anggaran proyek, persetujuan, hingga pelaksanaan proyek renovasi ruangan Banggar sudah sangat jelas. Ah, DPR! (ANITA YOSSIHARA)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar